Ikhlas adalah perkara dimana yang tahu hanyalah Allah I dan insan yang bersangkutan. Keberadaannya tidak dapat dijabarkan oleh bentuk, ukuran, warna ataupun aromanya. Keikhlasan tidak perlu diungkapkan oleh lisan karena bisa jadi keikhlasan itu musnah karena diungkapkan lantaran penyakit riya’. Seseorang yang ikhlas dalam hidupnya dan menjadikan ikhlas sebagai menu pokoknya sehari-hari akan terasa ringan, nikmat dan semangat dalam beraktivitas, lantaran ia termotivasi karena Allah semata. Ia tidak memperdulikan apakah orang lain itu memujinya, lantaran yang ia harapkan bukanlah pujian dari mereka ataupun orang lain menghinanya, dikarenakan ia berperilaku yang masih dalam koridor yang diamarkan-Nya. Hatinya tak gamang walaupun ia berbuat kebaikan lantas tak ada orang yang memuji akan kebaikannya. Karena dalam kamus orang-orang yang ikhlas tidak ada kata kecewa, putus asa, dan atau riya’. Niat ikhlas seseorang dalam berbuat kebaikan tak perlu diikrarkan di depan khalayak, karena ia yakin bahwa Yang Maha Mengetahui lebih tahu atas apa yang ia kerjakan. Ia yakin bahwa Allah akan memberi balasan terhadap amal baik yang ia kerjakan, seperti yang telah termaktub dalam firman-Nya yang berbunyi “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrohpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrohpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula” (Az-zalzalah[99]: 7-8).Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana menggapai keridhoan dan rahmat-Nya sehingga ia tidak bersusah payah untuk ‘menutup topengnya’ demi pujian dari manusia semata.
Orang-orang yang ikhlas itu identik dengan orang-orang yang beriman, karena makna ikhlas itu berbeda dengan dengan tulus ataupun rela. Ikhlas ialah melakukan segala sesuatu hanya karena Allah I, walaupun melakukannya itu dengan penuh paksaan dalam diri, tetapi pada akhirnya kebahagiaan jiwalah yang ia peroleh. Misalkan, seseorang yang sedang nikmat-nikmatnya tidur di malam yang gulita nan nikmat untuk beristirahat, namun tatkala ia mendengar seruan adzan yang berarti itu seruan Allah untuk hamba-hamba-Nya yang beriman yang ingin menggapai kemenangan, ia langsung bangkit dari peraduannya walaupun bangkit dengan susah payah melawan kemalasan dalam dirinya untuk bergegas menuju ke rumah-Nya dalam rangka beribadah kepada-Nya untuk menjemput kemengan. Sedangkan, makna tulus atau rela itu ialah melakukan segala sesuatu dengan senang hati. Misalnya, seseorang yang mabuk-mabukkan atau ‘bermain’ perempuan dan atau korupsi itu pastilah mereka melakukan denga senang hati (tulus) dan bukan kerena Allah I, karena kesemuanya ialah bertentangan dengan apa-apa yang Dia perintahkan. Dan akan lebih baik lagi jika beramal dilakukan dengan tulus dan ikhlas, karena pastilah ketika mengamalkannya akan terasa sangat menyenangkan, menikmati dan penuh motivasi karena Allah semata.
Jadi, marilah belajar beramal dengan memperbaiki dahulu niatnya, karena “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya” (Al-hadits). Jika berniat karena ingin dipuji atau riya’, maka yang didapatkan hanyalah pujian dari makhluk yang sifatnya semu belaka. Namun, jika diniatkan hanya karena Allah, entah apapun yang ia dapatkan dari makhluk, baik itu pujian ataupun cercaan, ia tak risih akan hal tersebut. Karena yang ia harapkan hanyalah keridhoan dan rahmat dari Yang Maha Pemberi Rahmat, maka itulah sebenar-benarnya amal perbuatan. Amal perbuatan yang dilakukan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan yang nyata hanya karena Allah Yang Maha Penyayang. Betapa beruntungnya yang dapat mengamalkan segala aktivitasnya dengan tulus dan ikhlas. Mari belajar untuk mengamalkannya, agar menjadi hamba-hamba-Nya yang berada dalam barisan orang-orang yang Dia ridhoi. Aamiin yaa Robbal’aalamiin.
Wallahu’alam bisshowaab.
JazaJazaka ilmunya...
BalasHapusVisit my blog in kitabulak.blogspot.com